Pada masa "fase pemerintahan" Djoko Kagung alias Adipati Ariyo Blitar III sekitar tahun 1723 dan pada masa kerajaan Kartasura Hadiningrat dipimpin oleh Raja Amangkurat, Blitar jatuh ke tangan penjajah Belanda. Karena Raja Amangkurat menyerahkan wilayah Blitarnya kepada Belanda yang dipercaya ikut mendukung Amangkurat dalam perang saudara, termasuk perang dengan Ariyo Blitar III yang berusaha merebut kekuasaannya.
Blitar kemudian berada di bawah kekuasaan Belanda yang sekaligus mengakhiri keberadaan Kadipaten Blitar sebagai wilayah Pradikan. Penjajahan Blitar berlangsung dalam suasana yang sangat menyedihkan karena membutuhkan banyak pengorbanan, baik nyawa manusia maupun harta benda, dan akhirnya masyarakat Blitar bersatu dan bahu membahu dalam berbagai bentuk perlawanan terhadap Belanda.
Pada tahun 1928 Kota Blitar pernah menjadi kota pemukiman dengan nama "Residen Blitar" dan bermarkas di Stb. Pada tahun 1928 Gemeente Blitar nomor 497 didirikan kembali. Pada tahun 1930, Kotaparaja Blitari sudah memiliki lambang daerahnya sendiri. Simbol itu melambangkan gunung dan Candi Penataran, dengan latar belakang coklat dan kuning di belakang gambar gunung - diyakini melambangkan Gunung Kelud, dengan warna biru di belakang gambar Candi Penataran.
Latar belakang Blitar selalu identik dengan Candi Penataran dan Gunung Kelud. Jadi apapun kondisi geografisnya, lambang kotamadya Blitari juga mengikuti identitas tersebut. Pada tahun 1942, Jepang berhasil menduduki Kota Blitar dan istilah Gementee Blitar berubah menjadi "Blitar Shi", yang ditegaskan oleh produk resmi bernama Osamu Seerai.
Kala itu, penjajah Jepang yang mengangkat tema sebagai saudara tua bangsa Indonesia, Blitar masih belum selesai. Bukti yang paling menakutkan adalah pemberontakan PETA yang dipimpin oleh Soedancho Suprijad. Pemberontakan 14 Februari 1945 adalah perlawanan terkuat terhadap pendudukan Jepang di Indonesia, yang dipicu oleh empati dan kepedulian tentara PETA atas penyiksaan - baik fisik maupun psikologis - yang dialami oleh orang Indonesia. penjajah Jepang.
Menurut Cindy Adams dalam otobiografi Bung Karno, pada 14 Februari 1945, Soeprijadi dan kawan-kawan membicarakan rencana pemberontakan itu dengan Iri. Soekarno yang saat itu sedang berkunjung ke Ndalem Gebang. Tetapi Sukarno tidak memberikan dukungan nyata pada saat itu karena Sukarno merasa lebih penting menjaga kekuatan PETA sebagai salah satu bagian penting dari perjuangan kemerdekaan.
Selain pemberontakan fenomenal tersebut, Sang Saka Merah Putih terbang pertama kali di tanah air ini. Adalah Partohardjono, anggota rombongan Suprijad, yang mengibarkan bendera merah putih di tiang bendera seberang asrama PETA. Kini tiang bendera tersebut berdiri di kompleks TMP Raden Widjaya yang juga dikenal dengan nama Tugu Potlot.
Benar, pemberontakan PETA ini terlihat kurang efektif dari segi peristiwanya, karena hanya berlangsung beberapa jam saja dan dari segi dampak peristiwanya berujung pada ditangkapnya hampir seluruh anggota pasukan pemberontak. dari PETA. , kecuali Suprijadi.
Dapat membuka mata dunia dan menulis dengan tinta emas sejarah perjuangan bangsa Indonesia karena peristiwa itu merupakan satu-satunya pemberontakan yang dilakukan oleh tentara-tentara terlatih Jepang.
Beberapa saat setelah pemberontakan PETA-Blitar, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hata memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Warga Kota Blitar menyambutnya dengan suka cita. Karena itulah yang ditunggu-tunggu oleh semua orang dan yang sebenarnya diperjuangkan oleh masyarakat Kota Blitar selama ini. Karena itu, warga Kota Blitar langsung berjanji akan tunduk pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
